Media Dakwah Islam Jawa Tengah

Tuesday, February 16, 2016

Cerita Para Wali


Habib Umar bin Hafidz menceritakan Sebuah kisah seorang sahabat bernama “Dzulbijadain” yang mencari keridhaan Allah.
Hatinya dipenuhi dengan perasaan ingin mendapatkan ridhanya Allah. Dan dia berkeyakinan bahwa keridhaan Allah adalah yang paling mahal dari apapun di dalam kehidupannya.
Dzulbijadain mencari keridhaan dari sumber keridhaan, dia pun merindukan Rasulullah ﷺ . Dia asyik duduk bersama Nabi ﷺ dan sering mengikuti ajaran Rasulullah ﷺ.

Sedangkan kabilah (suku) di kampungnya sendiri adalah orang-orang non-Muslim. Kabilahnya melarang dia untuk pergi kepada Rasulullah ﷺ, Mereka menghalangi Dzulbijadain agar jangan sampai keluar kampung pergi ke Madinah. Tetapi Dzulbijadain selalu mencari kesempatan untuk bertemu Rasulullah ﷺ di Madinah.
Hingga pada suatu malam dia pun berjaya meloloskan diri dari kampungnya setelah penduduk kampungnya tidak tahu. Namun secara kebetulan ada orang yang melihatnya, maka ditangkaplah Dzulbijadain.
Dzulbijadain memujuk orang yang menangkapnya tersebut dengan berkata: “Kalian tidak perlu kepada saya, lepaskanlah, apa yang kalian minta akan aku berikan.”
Kebanyakkan Orang-orang kafir yang sering tertipu dengan harta dan benda. Mereka berkata: “Saya mahu imbalannya semua barangmu menjadi milik kami!”
“Baik, aku berikan.” Kata Dzulbijadain.
Tanya mereka lagi: “Bahkan semua bekalanmu, tinggalkan buat kami?”
Jawab Dzulbijadain: “Ambil semuanya buat kamu, kecuali dua baju yang kupakai.”
Maka dilepaskanlah Dzulbijadain. Dengan hati yang senang, pergilah dia ke Madinah hanya dengan dua lembar baju tersisa yang sudah lusuh, yang menutupi bagian bawah (izar/sarung) dan bagian atas (rida’)nya.
Hingga dia dikenal di kalangan sahabat sebagai “Dzulbijadain” (orang yang datang dengan dua lembar baju yang sudah lusuh).
Beliau ini merasakan kenikmatan dengan melihat wajah sang Nabi ﷺ . Dan beliau sangat merasa nikmat apabila mendengar sabda Nabi dan solat di belakang Nabi Muhammad ﷺ, Serta merasa nikmat hadir di majlis Nabi, makan bersama Nabi, dan berjalan bersama dengan Nabi ﷺ.
Beliau sendiri banyak menghabiskan waktunya di dalam masjid. Pernah suatu ketika Nabi ﷺ berjalan melalui masjid, sementara terdengar suara Dzulbijadain berdzikir dengan suara tinggi. Maka sebagian sahabat berkata: “Jangan-jangan dia ingin riya’ ya Rasulullah?” Rasulullah ﷺ. . mengatakan: “Tidak, itu bukan riya’, tapi sikap orang yang merujuk kepada Allah Swt.”
Suatu peristiwa terjadi, saat Rasulullah ﷺ pergi untuk perang Khaibar dan Dzulbijadain ikut pergi bersama dengan Nabi. Di dalam perjalanan pulang (kembali ke Madinah), Dzulbijadain pun meninggal dunia. Para sahabat menggali kubur untuknya, termasuk yang menggali kuburnya adalah para pembesar sahabat Nabi yaitu Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar Ra.
Begitu sudah selesai digali, Rasulullah ﷺ sendiri yang turun ke liang lahat untuk menerima jasad Dzulbijadain dengan tangan mulianya serta meratakan lahat itu. Kemudian Baginda Nabi pun solat jenazah ke atasnya. Rasulullah ﷺ berdoa: “Ya Allah ridhalah Engkau kepadanya, kerana sesungguhnya aku ridha kepadanya.”
Betapa beruntungnya Dzulbijadain, sejak malam itu mendapat ridha Rasulullah ﷺ.
Betapa beruntung hidupnya. Apakah ada sedikit penyesalan di hatinya atas harta yang dulu dia berikan untuk menebus dirinya? Mereka yang merampas hartanya justru menyesal kerana tidak mengikutinya untuk menemui Nabi ﷺ.
Ya Allah ridhalah Engkau kepada kami, dan jadikan Nabi Muhammad ﷺ ridha kepada kami. Ya Allah dengan “tajjali” yang Engkau pancarkan pada Dzulbijadain di malam itu, maka bentangkanlah karuniaMu pada kami saat ini juga. Aamiin... —


No comments:

Post a Comment